![]() |
Seperti halnya komoditi yang lain, tebu haruslah melalui berbagai tahapan proses sebelum menghasilkan gula. Mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan yang terakhir pemanenan. Dari tahap-tahap tersebut, tahap pemanenan sangat menentukan kualitas dan kuantitas produk gula yang dihasilkan.
Cara pemanenan yang salah atau tidak sesuai dengan kriteria teknis pemanenan misalnya, akan menimbulkan kerugian cukup besar. Sebagai contoh, kesalahan dalam menentukan saat panen, atau teknis pola tebang yang tidak didasarkan pada kemasakan, sebaran lokasi dan pembatasan fron tebang akan berdampak pada hasil yang lebih sedikit maupun kualitas yang kurang baik.
Panen tebu adalah kegiatan memungut seluruh batang tebu secara efisien dan dapat diolah menjadi gula dalam keadaan optimum (tebu layak giling). Kelancaran panen akan menghasilkan penyediaan tebu di Pabrik secara berkesinambungan dan dalam jumlah sesuai dengan kapasitas giling, sehingga tebu dapat diolah dalam keadaan relatif segar. Kelancaran panen mempengaruhi efisiensi pengolahan.
Kegiatan panen meliputi 2 hal pokok yaitu : penentuan saat panen dan tebang angkut. Dalam tebang angkut termasuk di dalamnya pengaturan jadwal tebang, tebangan dan pengangkutan sampai di pabrik gula. Kegiatan ini masih termasuk dalam lingkup kegiatan tanaman. Pada tebu rakyat, panen termasuk tanggung jawab petani karena petani menyerahkan tebu yang dihasilkannya di timbangan pabrik gula. Dalam pelaksanaan, umumnya petani menyerahkan pelaksanaan panen kepada pabrik gula yang bertanggung jawab atas kepengurusan dan pengaturan kegiatan tersebut. Kadang-kadang petani juga menguasakan pelaksanaan panen kepada KUD/KPTR, tetapi umumnya KUD/KPTR lebih cenderung melaksanakan sebagian saja, yaitu kegiatan angkutan yang kebanyakan dilakukan dengan truk.
Seperti tanaman lain, panen tebu dilakukan pada tingkat kemasakan optimum, yaitu pada saat tebu dalam kondisi mengandung gula tertinggi. Prinsip panen tebu adalah MBS (manis, bersih dan segar). Untuk mengetahui tingkat kemasakan tebu dilakukan analisis kemasakan tebu secara periodik (15 hari sekali) sejak dua atau tiga bulan sebelum mulai giling. Analisis yang dilakukan dengan cara menggiling contoh tebu digiling kecil di laboratorium. Setelah dilakukan berbagai perhitungan akan menghasilkan data tentang tingkat kemasakan, rendemen, kemampuan peningkatan rendemen dan daya tahan tebu dengan menganalisis data tersebut dan memperhatikan faktor lingkungan dan kapasitas giling, dapat disusun jadwal panen berbagai kebun sesuai saat optimum kemasakannya. Penyusunan jadwal panen tersebut dimusyawarahkan dalam forum musyawarah produksi gula (FMPG) karena petani pemilik tebu mempunyai hak ikut menetapkan saat panen miliknya.
Kegiatan tebang angkut merupakan kegiatan kritikal dalam proses produksi gula karena tidak tepatnya penanganan dapat menimbulkan kerugian cukup besar. Panen tebu dilakukan dengan menebang batang-batang tebu yang sehat (tebu layak giling), mengumpulkan dan mengangkut ke pabrik gula untuk digiling. Penebangan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis/tenaga mesin seperti alat tebang tebu PSAB 93-1. Penebangan tebu secara manual dilakukan dengan cara membongkar guludan tebu dan mencabut batang-batang tebu secara utuh untuk kemudian dibersihkan dari tanah, akar, pucuk, daun kering dan kotoran.
Teknis pola tebang harus didasarkan pada kriteria teknis yaitu kemasakan, sebaran lokasi dan pembatasan fron tebang, Kotoran tidak boleh lebih dari 5 %. Untuk tanaman tebu yang akan dikepras, pangkal tebu disisakan di dalam tanah sebatas permukaan tanah asli (tanah waras) agar dapat tumbuh tunas yang akan dipelihara lagi. Aturan tebang tebu antara lain sbb:
Teknis pola tebang harus didasarkan pada kriteria teknis yaitu kemasakan, sebaran lokasi dan pembatasan fron tebang yang memungkinkan kontrol kwalitas tebangan berjalan dengan baik. Masalah yang umum timbul dalam tebang muat antara lain adalah penentuan gilir tebang.
Karena saat tanam belum sepenuhnya dapat diatur sesuai dengan umur tebu dan masa gilir, saat kemasakan optimum tebu jatuh hampir pada masa yang bersamaan sehingga penebangan harus diatur secara bergilir. Dengan demikian sebagian tebu terpaksa digiling lebih awal atau lebih lambat.
Pada pabrik gula yang mengolah tebu petani keharusan teknis ini sulit karena pola tebang lebih banyak ditentukan oleh hasil kompromi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya perebutan gilir tebang. Dalam prakteknya tebang diselenggarakan berdasarkan jatah terhadap kelompok tani. Faktor ini menjadi kendala utama untuk menghasilkan tebu giling bermutu tinggi. Faktor lain yang merupakan kendala teknis dalam kegiatan tebang angkut yang optimal adalah lokasi kebun tebu yang semakin terpencar jauh dari pabrik gula dengan kondisi jalan yang buruk, sehingga waktu tunggu antara tebang dan giling menjadi lama, umumnya melebihi 24 jam. Hal ini menyebabkan tingkat kadar gula dalam tebu sulit dipertahankan. Untuk itu haruslah diupayakan agar tebu yang dipanen telah sampai di pabrik dalam waktu kurang dari 24 jam. Bukankah lebih cepat lebih baik.
Tanggal Artikel Diupload : Selasa, 03 Jun 2025
Tanggal Cetak : Kamis, 31 Jul 2025