Materi Penyuluhan

Lahan Rawa Memang Jawara

Selasa, 25 Mar 2025
Sumber Gambar :

Meskipun lahan rawa memiliki sejumlah kendala fisik, seperti kebakaran saat kemarau, banjir saat musim hujan, kemasaman tinggi karena pirit, keracunan besi dan lain-lain, namun apabila kita mengelolanya dengan tepat maka hasilnya pun akan berlipat. Bila kita kelola rawa air dan tanahnya, tanaman dan varietasnya, pupuk dan ameliorasinya, hama dan penyakitnya dengan inovasi teknologi moderen maka produksinya pasti akan membuat petani riang karena produksi berlimpah dan tentu dompetnya makin tebal. Yang penting kendala fisiknya ditanggulangi terlebih dahulu, lalu gunakan teknologi modern, seperti: alat mesin pertanian, tata air mikro yang tepat, varietas toleran terhadap kondisi rawa dan produktivitasnya tinggi, teknik budidaya yang baik, teknologi ameliorasi dan pemupukan berimbang, serta pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT).

Selain potensi inovasi teknologi moderen yang siap untuk diaplikasikan, lahan rawa dengan segala kelebihan dan kekurangannya juga memiliki sebaran yang sangat luas di tanah air, dimana terdapat sekitar 10 juta ha lahan rawa siap dibuka menjadi lahan pertanian. Nampaknya ini yang menjadi pertimbangan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (AAS) mengandalkan lahan rawa untuk mencapai swasembada pangan nasional. Ini terobosan yang luar biasa dari mentan AAS untuk genjot produksi padi setelah badai elnino sejak Februari 2023-Maret 2024 yang menurunkan produksi beras nasional sehingga impor beras naik signifikan. Selain melirik lahan rawa, Kementan juga genjot produksi padi di lahan sawah eksisting melalui pembangunan pertanian moderen dengan pelaku utama petani milenial termasuk fresh graduate dari Politeknik Pembangunan Pertanian dan Politeknik Enjinering Pertanian Indonesia serta dari fakultas atau lingkup pertanian dari Perguruan Tinggi.

Pertanian moderen utamanya bertujuan untuk genjot produksi dalam rangka pencapaian swasembada pangan nasional terutama setelah dalam beberapa tahun terakhir Indonesia dibanjiri beras impor akibat produksi nasional turun karena elnino yang sangat panjang. Selain itu program ini juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Jangan sampai terjadi peningkatan produksi tidak diikuti oleh peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Lalu program ini juga bertujuan dalam rangka regenerasi petani dari petani kolotnial (tua) kepada petani milenial (muda), makanya mentan AAS mengarahkan agar pelaku pertanian moderen itu utamanya petani milenial.

Saat ini Kementan tengah melakukan optimasi lahan rawa dengan target sekitar 360 ribu ha yang tersebar di 12 propinsi, yaitu di: Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Kepulauan Babel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sulsel, dan Papua Selatan. Selanjutnya bekerjasama dengan petani pemilik lahan, mulai dibentuk brigade pangan yang terdiri dari 15 orang petani milenial dan menggarap sekitar 200 ha lahan sawah. Selain itu, Kementan juga membangun korporasi petani 10 ribu ha dengan target sekitar 2 juta ha di 10 propinsi, yaitu: Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Kalsel, Kalteng, Sulsel, dan Papua Selatan.

Dengan memanfaatkan berbagai teknologi hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) yang sekarang menjadi Badan Standarisasi dan Instrumen Pertanian (BSIP), perguruan tinggi, dan instansi penelitian lainnya diyakini bahwa program pertanian moderen ini akan berhasil dengan gilang gemilang. Padi varietas inbrida padi rawa (Inpara) dan inbrida padi irigasi (Inpari) di lahan rawa pasang surut tipe B di Belandean Kab. Batola, Kalsel terbukti bisa mencapai 6-8 t/ha dan bisa tanam minimal dalam setahun dua kali (IP 200). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan hasil varietas lokal yang hanya 1-3 t/ha dan hanya bisa tanam dalam setahun satu kali saja (IP 100) karena umurnya dalam (7-9 bulan). Angka tersebut bisa dicapai, selain menggunakan varietas unggul baru, juga dengan sistem tata air mikro satu arah, budidaya jajar legowo (JARWO) 1:4, pemupukan berimbang, ameliorasi dengan dolomit dan kompos, serta pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT).

Demikian pula jagung varietas hibrida yang ditanam di lahan rawa pasang surut tipe B/C di Wanaraya, Kab. Batola, Kalsel dengan teknologi system tanam zig-zag yang dikombinasikan dengan rekapitalisasi batuan fosfat dan kompos serta inovasi teknologi  pertanian mutakhir mampu memberikan hasil yang sangat memuaskan. Dengan penuh sukacita Sugiran, petani Wanaraya, memanen jagungnya mencapai 18 t/ha. Bahkan dengan varietas dan teknologi yang sama di lahan rawa lebak dangkal di Loktabat, Kota Banjarbaru mampu menghasilkan lebih dari 20 t/ha. Kunci keberhasilan tanam jagung ini adalah sistem tanam zig-zag yang menghasilkan populasi tanaman dua kali lipat dibandingkan cara konvensional. Selain itu, rekapitalisasi batuan fosfat dan kompos dirasakan tepat untuk tanah-tanah masam dengan kadar C-organik dan P rendah. Selanjutnya, kedelai varietas yang ditanam di lahan rawa lebak dangkal juga memperlihatkan hasil yang sangat menggembirakan. Varietas Anjasmoro disertai teknologi yang sama mampu menghasilkan kedelai 4.1 t/ha.

Dengan teknologi yang tepat ternyata lahan rawa mampu naik kelas dari asalnya lahan marginal menjadi lahan yang sangat produktif. Sekali lagi kuncinya adalah perbaiki berbagai kekurangan fisik, lalu tingkatkan produktivitas, IP, dan efisiensi faktor produksi dengan berbagai teknologi mutakhir. Ya, ternyata lahan rawa memang jawara alias hebat (D. Nursyamsi, A. Susilawati, dan I. Sariati).

Copyright © cybext.pertanian.go.id
rss twitter facebook